Friday, October 31, 2008

Munich - Day 02

Okay, kemarin temanya adalah architect must-see visiting building day in Munich, mengunjungi obyek2 arsitektur yang paling modern di kota ini, yang cukup diwakili oleh Allianz Arena dan BMW Welt. Sebenarnya masih ada beberapa modern architecture building yang belum sempat diziarahi, seperti High-Light Two Tower-nya Murphy-Jahn, Church of the Sacred Heart desain Allman Sattler Architekten, dan satu lagi masterpiece kota Munich adalah Swiss Re Office Building karya BRT Architekten. Melihat gambar2nya di Phaidon maupun di websitenya saja sudah heboh sejak di Indonesia, nah ini sekarang sudah di kota Munich, kan sayang kalau dilewatkan begitu saja. Tapi apa boleh buat, nafsu pilgrim-nya harus direm dulu, berhubung niat jalan2 disini kan bukan cuma ziarah arsitektur, dan juga bukan sedang jalan2 sendiri yang bisa semau gue. Beberapa kawan sudah sejak kemarin kelihatannya sudah payah menahan nafsu belanjanya, sudah waktunya untuk diberi kesempatan juga, dan ketika tiba saatnya berkunjung ke Marienplatz dan sekitarnya, matanya bagaikan bersinar, bagaikan melihat oase di padang pasir.

Hari kedua dibuka dengan perdebatan kecil-kecilan mengenai apa yang harus dikunjungi dan bagaimana harus kesana. Tidak ada perdebatan mengenai apa yang harus dibeli, karena dalam saku atau benak masing-masing sudah terdapat daftar belanjaan yang kayaknya sudah disiapkan dari tanah air. Segala perlengkapan tempur untuk hari kedua sudah disiapkan, mulai dari kamera, video, ipod, credit card (pastinya, mau belanja gitu lho…), air mineral, topi, ransel, rayban, dan segala asesoris penahan dinginnya cuaca. Diputuskan, tema jalan2 hari ini adalah tema ziarah urban dengan beberapa tags seperti urban places, urban activities, trend urban lifestyle, urban design, local foodism, local beauty, old town square dan historic building, retail study, dan sebagai bonusnya adalah shopping. Singkat cerita, hari ini akan berperan sebagai turis sejati, dengan tetap memasang mata hati untuk merekam segala denyut kehidupan kotanya.

Supaya efektif dan efisien, sambil sarapan diselingi dengan membuka peta kota dan jalur U-bahn, dan lanjut membeli single one-day ticket untuk bekal keliling kota. Sekali membeli ticket seharga 5 Euro tersebut, sepertinya bisa dipakai untuk U-bahn, bus dan tram menjelajahi kota sehari penuh. Untungnya peta kota sangat informatif, dan sudah tertera daerah wisatanya. Sangat jelas terlihat di peta bahwa Marienplatz adalah pusat kota Munich, baik secara geografis, kultural, maupun shopping territory-nya. Suasananya seperti Senado Square di Macau, Las Rambla di Barcelona, bahkan alun-alun Bandung hingga koridor Braga pun mestinya bisa seperti ini, karena skala plazanya sudah mirip. Sejenak berangan-angan, kapan ya Bandung bisa punya Marienplatz? Secepat kilat terdapat jawabannya. Kata Ebiet G. Ade, tanyakan pada rumput yang bergoyang….

Marienplatz. Konon sudah menjadi city center Munich sejak tahun 1158. Nama Marienplatz-nya sendiri diperkirakan berasal dari patung Marian (Perawan Maria) yang didirikan pada tahun 1600-an, merayakan akhir dari pendudukan Swedia. Plaza ini juga menjadi halaman depan bagi Rathaus (City Hall) dan St Peter’s Cathedral. Bangunan bergaya gothic, seperti halnya plaza dan ruang terbuka terkenal lainnya di Eropa, menjadi ciri khas dari Marienplatz, sehingga tidak mengherankan bahwa areal ini adalah pusat dari kunjungan turis2 dunia yang datang ke Munich. Selain kedua bangunan tersebut, plaza ini pun dikelilingi oleh bangunan2 kuno lainnya yang sebagian besar lantai dasarnya difungsikan sebagai café, restaurant mahal dan butik2 terkenal.

Selain marienplatz, Munich sebenarnya memiliki beberapa tempat wisata lain yang juga tidak kalah menawannya, bahkan beberapa platz tersebut lebih indah berkat adanya kastil atau istana peninggalan bangsawan2 jaman dulu. Yang terkenal adalah The Alte Pinakhotek dan Nymphenburg Palace. Alte Pinakhotek sendiri adalah salah satu galeri museum tertua dan terpenting di Eropa, karena saat ini menyimpan kurang lebih 800an karya seni dari seniman2 Eropa, yang hidup mulai dari Abad Pertengahan hingga akhir jaman Rococo. Nymphenburg Palace sendiri terletak disebelah barat Munich, berupa istana Barok yang dulunya adalah istana musim panas bagi bangsawan Bavarian. Sayangnya, wisata nostalgia ke tempat tersebut tidak masuk dalam agenda perjalanan. Selain istana tersebut terlalu luas untuk dijelajahi, waktu seharipun tidak akan cukup. Lalu kapan waktunya untuk shopping? Lebih indah berbelanja daripada menghayati peran2 bangsawan jaman dahulu.

Balik lagi ke Marienplatz, disini ada sebuah event tahunan yang sangat terkenal diseluruh dunia, dan akhirnya perhelatan diikuti oleh beberapa kota-kota lain di Jerman. Ya, itulah Oktoberfest. Asal muasal festival ini berasal dari pesta pernikahan Putra Mahkota Pangeran Ludwig pada tahun 1810. Sebuah festival 16 hari yang sayangnya sudah berakhir ketika kami tiba di kota ini. Sebuah festival yang mengundang tiap tahunnya 6 juta turis, khusus untuk menikmati (apa??? Menik mati???) festival budaya rakyat Bavaria. Sebuah festival ketika orang2 mengenakan kostum Bavaria dan menumpahkan sekitar 6.9 liter bir untuk diminum bersama, yang disuplai oleh beberapa breweries kenamaan. Berkumpul di Theresienwiesse, dengan bir di tangan kanan dan pretzel atau bratwurst ditangan kiri, bertemu dengan sanak saudara dan teman-teman. Bila tidak sempat hadir saat Oktoberfest, cukup datang saja ke Hofbrauhaus. Bangunan kuno ini adalah beer-hall legendaris, yang menyajikan atmosfer Oktoberfest sepanjang musim, dan disuguhi dengan tarian dan makanan tradisional Bavaria, dan tentunya beer. Buat para beer-maniac, sebaiknya segera menabung dari sekarang, karena pada tahun 2010 adalah event 200 Years Anniversary Oktoberfest, yang sudah pasti akan lebih dahsyat perhelatannya, dan sudah pasti enak. Enak? Ya iyalah, gratisss….

Rute hari ini sudah didesain untuk lebih banyak berjalan menyusuri ruang dan pedestrian kota, dengan diakhiri dengan dinner bareng di Marienplatz. Dengan demikian, perjalanan akan bermula dari Marienplatz, melintasi Jewish Museum, menyusuri shopping street sepanjang theatinerkirche hingga ke odeonplatz, kemudian ke KarlPlatz, dan klimaksnya di Marienplatz. Memang sudah sering terdengar di kalangan agen biro wisata bahwa rute tur wisata dan meeting-point selama di Munich adalah Marienplatz ini. Sembari menikmati obyek-obyek menarik (dan juga local beauty) sepanjang jalan, tidak lupa diselingi dengan acara belanja, sehingga rute kami akhirnya dijuluki sebagai rute ‘gesekplatz’, sebentar-sebentar gesek credit card.

Di shopping corridor antara marienplatz dan odeonplatz, terdapat Funfhofe, salah satu most major inner city building complex diantara deretan bangunan klasik, yang didesain oleh Herzog-DeMeuron. Bangunan ini adalah salah satu bangunan bersejarah dengan renovasi arsitektur modern, dengan passage-ways yg diselingi beberapa inner courtyard yg unik, menawarkan keanekaragaman produk budaya, komunikasi dan gastronomi. Beberapa butik dan merek tersohor seperti Muji, H& M, Salvatore, Versace, pun membuka outletnya disini. Dijamin ketika keluar dari kompleks ini, dapat dipastikan dengan kedua tangan menenteng barang belanjaan.

Tepat tengah hari, tidak jauh dari Marienplatz, kami tiba di Viktualienmarkt, dengan Maypole-nya yang terkenal. Nah, area ini adalah tempat yang paling pas untuk lunch, karena berupa pasar tradisional dengan specialty khusus gourmets. Terdapat lebih dari 140 stalls dan toko bunga, menawarkan aneka buah, bunga, poultry, exotic fruit n juice, rempah, ikan, dan lain-lain. Tentunya yang dominan disini adalah beer, bratwurst dan pretzel. Dekat maypole yang sangat berciri khas Bavaria, terhampar ratusan meja-bangku untuk leyeh-leyeh menikmati makanan, minuman, dan beberapa atraksi pengamen setempat. Jangan berpikir pengamen disana sama dengan profesi pengamen di Indonesia, karena pengamen di viktualienmarkt ternyata sangat skillful dan professional, tidak sekedar meminta-minta tapi memang cukup menghibur dan menambah kesemarakan. Sejam pastinya tidak cukup disini, namun masih banyak yang harus didatangi, dan kami mulai mencari U-bahn untuk menuju ke odeonplatz.


Tiba di odeonplatz, kami mulai berjalan menyusuri Ludwig-Maximilian-Universitat Strasse, sambil menikmati fasade bangunan kuno dan modern seperti The Theatinerkirche, neo-gothic National Theater, The Bavarian State Library, Siemens Office, dan tak terasa berakhir di Karlplatz, sekadar untuk mengisi perut di resto kebab warga keturunan Turki. Resto Turkish seperti ini bertebaran di seantero kota, seiring dengan kenyataan bahwa kaum minoritas imigran Turki adalah minoritas terbanyak di Munich dan juga di Jerman pada umumnya. Dan kebab, adalah makanan yang paling sering dikonsumsi selama di Eropa. Murah, kenyang, dan insya Allah halal.

Di KarlPlatz (warga setempat menyebutnya sebagai Stachus), terdapat Gerbang Karlstor dan neo-baroque Justizpalast (Istana Keadilan). Old town square-nya terdapat big fountain yang indah, yang menjadi tempat lesehan dan membasahi tubuh ketika summer tiba, sedangkan ketika winter menjadi arena ice-skating. Antara Karlsplatz dan Marienplatz inilah terdapat Neuhauser Strasse, yang bersambung dengan Kaufinger Strasse, poros utama shopping street Munich, yang berupa main pedestrian zone, yang dikiri-kanannya penuh dengan resto café, butik, dan alfresco seating area. Tak ada mobil atau kendaraan lain, hanya ada orang-orang yang berlalu lalang.

Hari sudah menjelang sore, ketika tiba kembali di Marienplatz. Masih ada waktu untuk menyusuri riverwalk Isartor yang romantic. Di sebuah gereja tua di tepian Isartor, rupanya ada kenduri pernikahan warga, yang tampaknya dari rumpun Jewish. Jadilah sejenak menonton arak-arakan kereta kencana dan iring-iringan kuda Eropa yang tinggi tegap, mengawal prosesi arak-arakan sang pengantin baru.

Isartor river dengan promenade walk-nya terletak di sebelah timur, kurang lebih 10 menit berjalan kaki dari Marienplatz, atau 5 menit dari Isartorplatz. Sungainya cukup lebar dan berarus tenang, dan bercabang dibeberapa tempat sehingga berkesan membentuk pulau di tengah sungai. Salah satu obyek menarik yang terletak di ‘pulau’ Isartor tersebut adalah Deutsches Museum, yang lebih dikenal sebagai German Museum for Science and Technology. Museum ini termasuk salah satu museum yang sering dikunjungi turis di Munich, yang menyajikan riwayat kemajuan produk sains dan teknologi Jerman. Beberapa contoh aplikasi hukum alam, peralatan keteknikan prosedur sains dipresentasikan dalam kemasan yang menghibur dan professional, sehingga tak terasa cukup lama juga kami sudah berada dalam museum ini.

Kembali dari Deutsches Museum, berharap waktu masih panjang untuk menjelajahi tempat2 lain yang menarik. Masih ada English Garden, salah satu inner-city parks yang terbesar di dunia, merupakan tempat ideal untuk sun-bathing (topless atau naked pun diijinkan lho), dan ada open space untuk outdoor sport dan walking trails. Masih ada juga Bavarie Statue, Frauenkirche dan Alter Peter, gereja tertua di Munich. Masih ingin juga ke tempat peninggalan kamp konsentrasi Nazi, yaitu Dachau Concentration Camp Memorial Site. Hiks, andai masih ada waktu dan kesempatan, tentu tak akan terlewatkan tempat2 tersebut diatas.

Hari sudah gelap ketika tiba kembali di Marienplatz, sebagaimana kesepakatan semula, bahwa semua berkumpul kembali untuk dinner. Akhirnya jadilah kami dinner bareng di sebuah alfresco milik Italian café di tepi kaufinger strasse, meskipun pesanan makanannya ada yang dari Burger King maupun MacD. Dinner sembari bertukar cerita dan pamer belanjaan, tak terasa malam sudah larut dan harus kembali ke hostel. Malam ini adalah malam terakhir di Munich, karena besok sudah harus berangkat ke Prague. Baru tersadar belum sempat mencari souvenir, sementara souvenir shop satu persatu mulai tutup. Tak apalah, foto dan memori sudah lebih dari cukup, untuk merekam jiwa dan pesona kota Munich.

Munich… it is a kind of a German Heaven (Thomas Wolfe)

No comments: