Monday, December 8, 2008

Prague - One Fine Day

Prague (bangsa Czech menyebutnya sama dengan kita : Praha), kota tujuan kami yang utama dalam architectour tahun ini. Ketika diwacanakan bahwa next traveling kantor berikutnya adalah kawasan eastern Europe, tanpa ragu semua menyebut Praha sebagai tujuan, dan selebihnya adalah bonus bila masih ada waktu (dan dana, tentunya). Ternyata citra Praha dan keidentikannya dengan Eropa timur sudah demikian mengakar bagi masyarakat dunia, dan memang setelah datang sendiri kesana, tiada keraguan bahwa Praha memang kota yang indah, tidak akan pernah out of fashion, kota klasik Eropa yansecara metaforik dan literal adalah kota yang wajib dikunjungi, berkali-kali.

Praha, saya sering mendengar orang menyebutkannya sebagai ‘open-air museum of architecture’, karena begitu banyak dan bertebarannya bangunan2 klasik dan historis, sekitaran Mala Strana, Stare Mesto, Hradcany. Sejarah Praha, secara spesifik akibat perjuangan warganya selama pendudukan asing yang berulang berabad-abad lalu, tergurat dalam dinding2 bangunannya. Menjadi saksi bisu kepahlawanan mereka. Tercatat lebih dari 3500 bangunan klasik yang bisa dikategorikan sebagai monumen kulturalMungkin karena itu pula Praha diganjar Unesco sebagai World Heritage.

Senin, 13 October 2008.

07.00 am. Pagi ini kami sudah bersiap2 untuk menjelajah seputar old town dan spot-spot penting di Prague (tentunya menurut sudut pandang kami sebagai serombongan arsitek dan pemerhati kota). Untungnya apartment hotel kami Bologna Residence menyediakan sarapan pagi, dengan menu standar roti2an dengan segala variasinya, kopi, dan teh. Saya harus meminta maaf kepada hotelnya karena porsi makan pagi yang saya lahap lumayan banyak, namun salah sendiri kenapa menyediakan makanan yang enak. Memang porsi makan pagi ini agak berlebih, karena sebagian tidak dimakan pada saaitu, tetapi juga terselip (baca : sengaja diselipkan) dalam tas, buat bekal makan siang dan cemilan di jalan. Lumayan, ngirit beberapa euro…


Beberapa tempat yang menjadi target kami hari ini adalah Old Town Square, yang sudah kami jelajahi pada malam harinya, kemudian Charles Bridge, menyusuri Mala Strana untuk mencapai Prague Castle, turun ke Malostranske namesti, mencari spot yang menarik untuk makan siang, kemudian lanjut ke our favorites building in PragueThe Fred and Ginger Building karya Frank O. Gehry, yang biasa disebut juga sebagai Dancing House. Setelah itu kembali melanjutkan walking tour ke Wenceslas Square dan rencananya akan berakhir di Old Town Square, dengan Astronomical Clock-nya yang masyhur itu. Kami perkirakan one day itinerary ini sudah cukup untuk hari ini, dan sudah cukup pula memuaskan pengembaraan wawasan kami mengenai Praha.

09.00 am. Hari masih terlalu pagi ketika kami memulai perjalanan keliling kota, dan tujuan terdekat adalah Charles Bridge. Kabut masih menggantung diseputar jembatan kuno tersebut, dan karena belum ramai oleh aktivitas manusia, berjalan diatas jembatan tersebut seolah-olah memutar balik waktu ke masa lampau, juga makin terasa aura mistisnya karena jembatan tersebut dipenuhi dengan patung-patung religious. Harap maklum saja, jembatan ini sudah membelah sungai Vltava sejak awal abad ke 14. Kami beruntung bisa mendatangi jembatan ini pada pagi dan malam hari, karena menurut penduduk lokal pada siang hari jembatan ini berubah menjadi area yang sangat sibuk, penuh dengan wisatawan. Charles Bridge memang iconic. Dan karena lokasinya diantara Prague Castle dan Stare Mesto (Old Town), maka jembatan berbatu selebar 10 meter dan panjang hampir setengah kilometer ini menjadi poros utama aktivitas wisata kota Praha. Sesi foto pre wedding pasti akan mengambil lokasi diseputaran jembatan ini, dan entahlah sudah berapa ribu pasangan yang menyatakan cintanya, diatas Charles Bridge.

10.00 am. Lanjut lagi. Sudah selesai mengeksplorasi Charles Bridge dan meninggalkan beberapa jejak tripod kamera dibeberapa tempat. Kabut masih belum beranjak juga, sehingga matahari belum terlihat dan hawa dingin masih menerpa wajah. Kami mulai berjalan menyusuri kawasan Mala Strana, dengan berawal dari ujung Charles Bridge. Agak masuk dari pinggiran jembatan terdapat Franz Kafka Museum. Franz Kafka adalah penulis fiksi berbahasa Jerman terkenal abad ke 20 yang lahir dan besar di Prague. Para peminat sastra pasti akan tertarik untuk mampir ke museumnya, bergabung dengan Kafka Society, yang sejak tahun 2001 mulai memberikan penghargaan Franz Kafka Prize bagi para novelis berbakat dari seluruh dunia. Kami cukup lewat saja, karena perjalanan masih panjang.

10.30 am. Kami akhirnya tiba di Malastranke namesti, setelah berjalan menyusuri Mostecka. Tempat ini adalah plaza terbuka, kira2 setengah jalan menuju Prague Castle. Udara yang dingin memaksa kami sering berhenti untuk mencari tempat untuk  berkemih, dan untungnya ada Starbucks pojokan plaza. Dengan beberapa kawan yang merelakan diri untuk membeli kopi, sisanya memanfaatkan ruang bawah tanah di Starbucks untuk ke toilet, dan sisanya lagi memanfaatkan luberan akses internet gratis via wifi café. Nikmat sekali duduk di pelataran café, sembari nge-net dan memperhatikan orang lalu lalang dan naik turun tram. Ada juga yang memanfaatkan bakat alaminya sebagai paparazzi dengan memotret local beauty.

11.00 am. Setelah melepas penat, acara jalan2nya dilanjutkan kembali menyusuri streetscape Nerudova. View sepanjang jalan ini sangat menarik, dengan beberapa tempat menyajikan vista yang cantik, townscape yang klasik dan gedung2 yang indah. Beberapa saat kami tersadar, kami sedang berada di the most romantic city in eastern Europe. Ya memang tidak salah julukan tersebut. Kontur jalan yang tidak rata, dan bertangga-tangga, tak terasa karena adrenalinnya sedang terserap oleh kekaguman menikmati kecantikan kotanya. Dan akhirnya, sampailah kami ke Hradcany Square, the first courtyard dari kompleks Prague Castle, kastil kuno terbesar di dunia.

11.30 am. Prague Castle, menurut Guinness Book of Records, adalah salah satu kastil terbesar di dunia, pusat tujuan wisata utama di Praha, dan kantor kepresidenan sejak zaman Cekoslovakia hingga Czech Republic. Posisinya yang berada di ketinggian bukit menambah keanggunannya, sehingga dari seantero Praha bisa terlihat menara-menaranya yang menjulang di kebiruan langit. Prague Castle benar2 mendominasi landscapdan skyline Praha, dan bertahan dari zaman abad ke -9 hingga zaman sekarang.

Usia Prague Castle yang panjang membuat beberapa kastil yang ada dalam kompleks ini pun turut menandai perjalanan sejarah gaya arsitektur klasik, seperti gothic style yang tercermin dari desain St Vitus Cathedral, gaya roman dari Basilica St George, hingga ke episode baroque dari National Gallery-nya. Seolah-olah kita berada dalam sebuah laboratorium arsitektur dalam satu tempat, untuk mempelajari gaya2 arsitektur dalam satu millenium terakhir. Maka ketika berjalan diantara keanggunan bangunan kastil, serasa waktu berjalan sangat lambat, dan sepanjang mata memandang seolah melahirkan puisi2 romantis yang tak terukir dalam kata. Kewibawaan Prague Castle terpancar dengan jelas, sehingga tidak heran petinggi2 Czech menjadikan Prague Castle sebagai kediaman resmi kepresidenan, kecuali ketika VaclaHavel menjadi presiden pasca komunis yang memilih tinggal di rumah sendiri diluar kompleks Prague castle ini.

Beberapa bagian dari Prague Castle memang dijadikan area komersial, termasuk untuk masuk kedalam beberapa bangunan seperti basilica, gallery dan old royal palace. Tiket masuk seharga 350 Kc (setara 14 Euro, cukup mahal untuk ukuran kantong saya), tapi untungnya hari ini adalah hari Senin, hari dimana sebagian besar museum di Eropa  tutup untuk umum. Namun demikian, kami sudah cukup puas menikmati keindahan fasad, merasakan kemegahan dimensi dan skala ruang luar kompleks Prague Castle. Keheningan sangat terasa karena tak ada satu pun kendaraan bermotor yang melintas dalam kompleks ini.

12.00 pm. Tepat tengah hari, kami mulai keluar dari kompleks Prague Castle, dan mulai menuruni Nerudova. Di sebelah kanan jalan terhampar view kota Praha, yang sangat indah dengan begitu banyak menara gereja yang menghiasi landscape kota. Ketika usai menuruni old castle steps yang cukup panjang, akhirnya kami tiba kembali di keramaian kota, berhenti di Malostranske Metro, untuk mencari informasi cara mencapai tujuan berikutnya, yaitu Dancing House. Agak diluar rencana, kami memutuskan tidak menggunakan Metro (subway) untuk berpindah tempat, tetapi mencoba menikmati trem, sekaligus city sightseeing dan mencari tempat untuk makan siang.

12.30 pm. Sepanjang naik trem, kami belum menentukan dimana akan turun, yang penting begitu terlihat suasana urban pusat kota maka kami memutuskan untuk mampir sekaligus mencari lokasi makan siang. Kelihatannya kami turun di area Smichov, terlihat dari shopping mall yang akhirnya kami tuju sebagai lokasi untuk istirahat siang. Novy Smichov Shopping Center bukan sembarang mall, karena bangunan ini pun termasuk dalam daftar Phaidon Atlas, buku panduan bagi arsitek untuk karya2 arsitektur yang mendapat apresiasi cukup baik. Di Novy Smichov tersebut kami sepakat untuk berpencar, dan janjian berkumpul kembali jam 13.30. Ide yang bagus, karena selera makan yang berbeda sehingga lebih leluasa untuk memilih menu dan resto masing-masing. Ada pula yang tidak berselera makan karena lebih asyik untuk merambah butik dan shopping.

01.30 pm. Selesai makan di KFC, saya memutuskan untuk berjalan mengelilingi mall dan area sekitarnya. Mall ini tidak terlalu besar, kira2 seukuran PIM 1 lah, namun yang membedakan adalah tidak terlihat sama sekali tempat parkir mobil. Malah ruang dan lahan kosong disebelah mall dimanfaatkan dengan membuat taman yang indah, sebagai sumbangan dari mall tersebut untuk ruang publik. Mungkin itulah yang membedakan suasana mall di Jakarta dengan shopping2 center di kota2 Eropa, perhatian terhadap ruang publik. Ketika ada lahan kosong, alih2 dimanfaatkan sebagai ruang publik, pengembang mall di Jakarta pastilah akan memanfaatkan untuk kepentingan parkir kendaraan. Ada kecenderungan, bila ingin dikatakan sebagai mall yang sukses, maka itu tercermin dari banyaknya kendaraan yang parkir di mall tersebut. Hasil jalan2 after lunch memberikan pencerahan, salah satu cara mengurangi penggunaan kendaraan pribadi adalah dengan memberikan pelayanan transportasi massal yang nyaman. Kalaupun saya tinggal di Bekasi, tentu saya tidak keberatan menggunakan MRT/Monorail ke Kebon Jeruk, dan tidak perlu bermacet2 ria di gerbang tol pondok gede. Tentunya dengan standar kenyamanan dan keamanan ala publik transpor di Eropa. Namun anggota DPR atau aparaPemkot tidak perlulah jauh-jauh studi banding urusan transportasi kesini atau ke Eropa lainnya, Singapore saja sudah cukup.

02.00 pm. Seperti diduga, kalau janjian ketemuan di mall pasti tidak pernah tepat waktu. Ada saja yang telat, karena terlalu asyik berbelanja, dan ketika muncul wajahnya sumringah sambil kedua tangan menenteng belanjaan. Tak apa, karena tujuan berikut adalah Dancing House, bisa ditempuh sambil walking tour. Sambil berjaladan bertanya sana-sini mengenai rute, tak terasa kami akhirnya tiba di riverfront promenade sungai Vltava, dan dikejauhan terlihat jejeran bangunan tua khas Eropa Timur. Namun diantara deretan tersebut, terlihat sebuah bangunan yang sangat eye-catching, berbeda dengan bangunan sekitarnya, namun tetap kontekstual terhadap kawasannya. Itulah Dancing House.

02.30 pm. Dancing House, ada juga yang menyebutnya sebagai Drunk House. Tujuan utama para arsitek dan pemerhati bangunan kontemporer. Bangunan ini karya arsitek Frank O Gehry dan local architect Vlado Milunic. Nicknamed the ‘Fred and Ginger Building’, bangunan kantor yang berdiri tahun 1996 ini terletak di ujung jembatan Jirasek, pojok jalan Rasinovo Nabrezi. Tak jauh dari situ, terdapat rumah tinggal Vaclav Havel sebelum dan semasa menjabat sebagai presiden Ceko. Vaclav Havel pula yang mendukung sepenuhnya pembangunan gedung ini, ditengah gelombang kontroversi akibat desain gedung yang sama sekali berbeda dibandingkan dengan deretan gedung-gedung gothic dan art nouveau. Tadinya gedung ini didedikasikan sebagai sebuah gedung Cultural Center, namun tak pernah terealisasi. Sekarang lebih difungsikan sebagai kantor multi-tenant dengan top floor nya difungsikan sebagai restaurant Perancis , La Perle de Prague.

03.00 pm. Setelah berfoto ria di depan Dancing House, target berikut dialihkan ke Wenceslas Square. Setelah mempelajari peta, diputuskan kembali untuk berjalan kaki karena tidak terlalu jauh. Keduanya masih terletak di kawasan Nove Mesto, yang sudah di area Praha 2. Maka berjalanlah kami menyusuri pedestrian kota, diselingi acara keluar masuk toko/souvenir shop/mall/taman kota. Perjalanan yang mestinya bisa ditempuh dalam 15 menit molor menjadi setengah jam, akibat aktivitas shopping. Namun memang seperti inilah Urbane style dalam melakukan traveling, khususnya menyusuri ruang kota. Tidak perlu terburu-buru, nikmati kotanya, rasakan jiwanya, andaikan dirimu sedang berziarah…

03.30 pm. Akhirnya tiba juga di Wenceslas Square, yang berupa plaza memanjang membelah kota. Sebenarnya square ini sangat mudah dicapai, karena beberapa jalur trem dan Metro mempunyai stasiun disini (Mustek). Plaza yang sangat indah, dan makin ke timur makin menanjak landscapenya, dan diakhiri dengan bangunan istimewa National Museum. View yang sangat dramatis, apalagi kabut senja sudah mulai turun. Apabila kita berdiri didepan National Museum, maka Wenceslas Square seolah-olah menjadi halaman depannya, halaman yang sangat panjang. Menurut buku yang pernah saya baca di Gramedia terbitan Taschen (cmiiw) berjudul 100 Best Squares in the World, maka Wenceslas Square dan Old Town Square di Praha adalah 2 dari yang 100 yang terbaik tersebut. Beberapa squares lain yang juga termasuk 100 Best tersebut yang kebetulan sudah kami datangi, adalah Marianplatz (Muenchen), Potsdamer Platz (Berlin), Barcelona Square dengan Las Ramblas-nya, dan Dam Square di Amsterdam. Semuanya mempunyai kemiripan pola dalam aktivitas maupun pembentuk ruangnya (gedung kuno).  Maka ketika memperhatikan detail kedua squares di Praha tersebut, dan mencoba mencari tahu mengapa bisa masuk dalam kategori the best tersebut, maka saya percaya kelihatannya taman Monas dan squares lain (kalau ada) di Jakarta masih jauh untuk masuk ke kategori tersebut. Saya membayangkan, ketika Jakarta sudah berbenah seperti wujud kota yang seharusnya, maka Taman Fatahillah (Old Batavia) pun akan menjadi the best square in town, dengan stasiun Jakartakota sebagai magnet aktivitas dan gedung Fatahillah sebagai landmarknya. Secara ruang kota sudah memenuhi syarat, namun aktivitas dan prasarana yang ada sekarang belum mendukung terciptanya sebuah squares yang bisa dibanggakan. Entah kapan…

04.00 pm. Kembali ke Wenceslas Square, disini terdapat beberapa obyek menarik yang wajib dikunjungi, termasuk National Museum sebagai landmarknya. Obyek lainnya adalah Jan Palach Memorial, Memorial to Victims of Communism, dan Wenceslas Statue. Aura yang terasa disini adalah aura heroic, dan memang tak heran karena disinilah seringkali terjadi aksi-aksi rakyat, tempat favorit bagi para demonstran. Aksi menentang pendudukan Soviet dimasa Cekoslovakia, maupun aksi damai Velvet Revolution ketika Vaclav Havel naik menjadi presiden Republik Ceko yang pertama, menandai berakhirnya era komunis pada tahun 1989, semuanya bermula dari Wenceslas Square. Dengan tipikal square yang memanjang dan rectangular, sangat memudahkan ketika Wenceslas Square ini menjadi gathering point bagi seluruh penduduk Praha. Tidak ada yang lebih mengasyikkan, ketika duduk santai sambil ngopi di tengah plaza, dan kita tetap dengan mudah connect ke masa depan via wifi, maupun reconnect ke masa lalu via feeling, ketika era komunis masih berkuasa di Praha.

04.30 pm. Kami masih di Wenceslas Square, karena cukup banyak aktivitas disini. Kami masih akan mengunjungi satu lagi bangunan yang direkomendasikan oleh Phaidon, yaitu Palace Euro. Bangunan komersial dan retail ini didesain sangat kontras dengan bangunan sekitarnya, seperti bangunan modern yang bersanding dengan gedung tua. Desain full glass agar masih bisa merefleksikan bayangan gedung tua di kiri, kanan, depan belakang. Modern, namun tetap rendah hati dan menghormati masa lalu.

Tak dinyana, didepan Palace Euro terdapat Bat’a department store, yang kalau di Indonesia dikenal dengan Bata. Siapa yang tidak kenal Bata? Anak sekolah diseluruh dunia rasanya mengenakan sepatu buatan Bata, mulai dari sepatu wajib hingga sepatu olahraga. Tetapi pasti sedikit yang tahu, bahwa pendiri perusahaan sepatu keluarga ini adalah Tomas Bata, warga asli Praha. Mungkin ini adalah sedikit dari produk asli Praha yang kemudian mendunia, dengan 4 unit bisnis di 4 benua (kecuali Afrika), pabrik sepatu di 26 negara, dan toko resmi di lebih dari 60 negara. Sejarah mencatat, Bata telah menjual lebih dari 14 milyar pasang sepatu di seluruh dunia. Dan kini saya berdiri di depan toko pendiri Bata tersebut, tanah leluhur sepatu Bata, sepatu favorit keluarga, terkagum-kagum….

05.00 pm. Setelah dari Wenceslas Square (WS), tak lama kemudian kami akan kembali ke Old Town Square. Malam sebelumnya kami sudah berada disini, tapi saat itu hanya kesunyian yang kami dapatkan. Dan belum bersua dengan Astronomical Clock-nya. Sepanjang perjalanan dari WS ke Old Town Sq. ini adalah pemandangan yang mengasyikkan, ketika melewati pasar rakyat, beberapa museum (termasuk museum of torture dan museum of sex machine, hmm…kyk apa ya dalamnya?), alfresco dan café sepanjang koridor, dan sampai akhirnya tiba di dekat kerumunan orang yang sedang menantikan atraksi dari Astronomical Clock.

The Prague Astronomical Clock, ternyata tidak sekadar jam yang ditempelkan pada dinding tower sebuah bangunan tua, namun sebuah obyek dengan segala astronomical detailnya, berupa jam, calendar, zodiac, apostles dan skeleton figures-nya. Setiap jam nya skeleton figures tersebut mendentangkan bel, dan para apostles akan terlihat berjalan disela-sela jendela. Hal ini mengingatkan saya pada gimmick clock di atrium court Plaza Senayan, namun lebih misterius dan sudah dikenal sejak abad ke-15.

06.00 pm. Udara makin dingin, dan makin dingin karena kami sedang berada di tengah plaza Old Town. Alangkah sedapnya menghirup coklat panas yang disajikan oleh salah satu café, sambil duduk santai dan ngobrol ngalor-ngidul, memperhatikan aktivitas orang-orang yang lalu lalang. Beberapa dari kami menghangatkan badan dengan alcohol dan cerutu, dan mendiskusikan kemana lagi kaki akan melangkah setelah ini. Selebihnya adalah mengabadikan momen-momen terakhir di old town square, dan belanja, lagi-lagi belanja.

07.00 pm. Sudah 12 jam berlalu, sejak kami melangkahkan kaki dari kamar hotel. Sudah 12 jam pula kami berjalan menyusuri ruang kota Praha. Lumayan juga untuk membakar kalori, sehingga asam laktat yang tertimbun dalam tubuh tidak terasa. Rasanya cara traveling ini lebih bermanfaat bila ingin diet. Daripada membuang-buang biaya untuk liposuction, mending dana operasi tersebut dihabiskan dengan traveling ke tempat2 menarik. Mungkin karena ini masih hari ke-3 dari rencana 10 hari petualangan di central europe. Penat belum terasa, karena perasaan exciting mengunjungi salah satu heritage city of the world masih merasuk dalam sukma kami. Aktivitas kami di malam hari sudah pula saya torehkan dalam blog sebelum ini. Maka sambil berjalan pulang ke hotel, kami belum bisa bersenang-senang dulu, karena kami masih harus menyiapkan fisik untuk menjelajahi kota-kota lainnya. Budapest dan Vienna, here we come….


No comments: