Friday, October 31, 2008

Munich - Day 02

Okay, kemarin temanya adalah architect must-see visiting building day in Munich, mengunjungi obyek2 arsitektur yang paling modern di kota ini, yang cukup diwakili oleh Allianz Arena dan BMW Welt. Sebenarnya masih ada beberapa modern architecture building yang belum sempat diziarahi, seperti High-Light Two Tower-nya Murphy-Jahn, Church of the Sacred Heart desain Allman Sattler Architekten, dan satu lagi masterpiece kota Munich adalah Swiss Re Office Building karya BRT Architekten. Melihat gambar2nya di Phaidon maupun di websitenya saja sudah heboh sejak di Indonesia, nah ini sekarang sudah di kota Munich, kan sayang kalau dilewatkan begitu saja. Tapi apa boleh buat, nafsu pilgrim-nya harus direm dulu, berhubung niat jalan2 disini kan bukan cuma ziarah arsitektur, dan juga bukan sedang jalan2 sendiri yang bisa semau gue. Beberapa kawan sudah sejak kemarin kelihatannya sudah payah menahan nafsu belanjanya, sudah waktunya untuk diberi kesempatan juga, dan ketika tiba saatnya berkunjung ke Marienplatz dan sekitarnya, matanya bagaikan bersinar, bagaikan melihat oase di padang pasir.

Hari kedua dibuka dengan perdebatan kecil-kecilan mengenai apa yang harus dikunjungi dan bagaimana harus kesana. Tidak ada perdebatan mengenai apa yang harus dibeli, karena dalam saku atau benak masing-masing sudah terdapat daftar belanjaan yang kayaknya sudah disiapkan dari tanah air. Segala perlengkapan tempur untuk hari kedua sudah disiapkan, mulai dari kamera, video, ipod, credit card (pastinya, mau belanja gitu lho…), air mineral, topi, ransel, rayban, dan segala asesoris penahan dinginnya cuaca. Diputuskan, tema jalan2 hari ini adalah tema ziarah urban dengan beberapa tags seperti urban places, urban activities, trend urban lifestyle, urban design, local foodism, local beauty, old town square dan historic building, retail study, dan sebagai bonusnya adalah shopping. Singkat cerita, hari ini akan berperan sebagai turis sejati, dengan tetap memasang mata hati untuk merekam segala denyut kehidupan kotanya.

Supaya efektif dan efisien, sambil sarapan diselingi dengan membuka peta kota dan jalur U-bahn, dan lanjut membeli single one-day ticket untuk bekal keliling kota. Sekali membeli ticket seharga 5 Euro tersebut, sepertinya bisa dipakai untuk U-bahn, bus dan tram menjelajahi kota sehari penuh. Untungnya peta kota sangat informatif, dan sudah tertera daerah wisatanya. Sangat jelas terlihat di peta bahwa Marienplatz adalah pusat kota Munich, baik secara geografis, kultural, maupun shopping territory-nya. Suasananya seperti Senado Square di Macau, Las Rambla di Barcelona, bahkan alun-alun Bandung hingga koridor Braga pun mestinya bisa seperti ini, karena skala plazanya sudah mirip. Sejenak berangan-angan, kapan ya Bandung bisa punya Marienplatz? Secepat kilat terdapat jawabannya. Kata Ebiet G. Ade, tanyakan pada rumput yang bergoyang….

Marienplatz. Konon sudah menjadi city center Munich sejak tahun 1158. Nama Marienplatz-nya sendiri diperkirakan berasal dari patung Marian (Perawan Maria) yang didirikan pada tahun 1600-an, merayakan akhir dari pendudukan Swedia. Plaza ini juga menjadi halaman depan bagi Rathaus (City Hall) dan St Peter’s Cathedral. Bangunan bergaya gothic, seperti halnya plaza dan ruang terbuka terkenal lainnya di Eropa, menjadi ciri khas dari Marienplatz, sehingga tidak mengherankan bahwa areal ini adalah pusat dari kunjungan turis2 dunia yang datang ke Munich. Selain kedua bangunan tersebut, plaza ini pun dikelilingi oleh bangunan2 kuno lainnya yang sebagian besar lantai dasarnya difungsikan sebagai café, restaurant mahal dan butik2 terkenal.

Selain marienplatz, Munich sebenarnya memiliki beberapa tempat wisata lain yang juga tidak kalah menawannya, bahkan beberapa platz tersebut lebih indah berkat adanya kastil atau istana peninggalan bangsawan2 jaman dulu. Yang terkenal adalah The Alte Pinakhotek dan Nymphenburg Palace. Alte Pinakhotek sendiri adalah salah satu galeri museum tertua dan terpenting di Eropa, karena saat ini menyimpan kurang lebih 800an karya seni dari seniman2 Eropa, yang hidup mulai dari Abad Pertengahan hingga akhir jaman Rococo. Nymphenburg Palace sendiri terletak disebelah barat Munich, berupa istana Barok yang dulunya adalah istana musim panas bagi bangsawan Bavarian. Sayangnya, wisata nostalgia ke tempat tersebut tidak masuk dalam agenda perjalanan. Selain istana tersebut terlalu luas untuk dijelajahi, waktu seharipun tidak akan cukup. Lalu kapan waktunya untuk shopping? Lebih indah berbelanja daripada menghayati peran2 bangsawan jaman dahulu.

Balik lagi ke Marienplatz, disini ada sebuah event tahunan yang sangat terkenal diseluruh dunia, dan akhirnya perhelatan diikuti oleh beberapa kota-kota lain di Jerman. Ya, itulah Oktoberfest. Asal muasal festival ini berasal dari pesta pernikahan Putra Mahkota Pangeran Ludwig pada tahun 1810. Sebuah festival 16 hari yang sayangnya sudah berakhir ketika kami tiba di kota ini. Sebuah festival yang mengundang tiap tahunnya 6 juta turis, khusus untuk menikmati (apa??? Menik mati???) festival budaya rakyat Bavaria. Sebuah festival ketika orang2 mengenakan kostum Bavaria dan menumpahkan sekitar 6.9 liter bir untuk diminum bersama, yang disuplai oleh beberapa breweries kenamaan. Berkumpul di Theresienwiesse, dengan bir di tangan kanan dan pretzel atau bratwurst ditangan kiri, bertemu dengan sanak saudara dan teman-teman. Bila tidak sempat hadir saat Oktoberfest, cukup datang saja ke Hofbrauhaus. Bangunan kuno ini adalah beer-hall legendaris, yang menyajikan atmosfer Oktoberfest sepanjang musim, dan disuguhi dengan tarian dan makanan tradisional Bavaria, dan tentunya beer. Buat para beer-maniac, sebaiknya segera menabung dari sekarang, karena pada tahun 2010 adalah event 200 Years Anniversary Oktoberfest, yang sudah pasti akan lebih dahsyat perhelatannya, dan sudah pasti enak. Enak? Ya iyalah, gratisss….

Rute hari ini sudah didesain untuk lebih banyak berjalan menyusuri ruang dan pedestrian kota, dengan diakhiri dengan dinner bareng di Marienplatz. Dengan demikian, perjalanan akan bermula dari Marienplatz, melintasi Jewish Museum, menyusuri shopping street sepanjang theatinerkirche hingga ke odeonplatz, kemudian ke KarlPlatz, dan klimaksnya di Marienplatz. Memang sudah sering terdengar di kalangan agen biro wisata bahwa rute tur wisata dan meeting-point selama di Munich adalah Marienplatz ini. Sembari menikmati obyek-obyek menarik (dan juga local beauty) sepanjang jalan, tidak lupa diselingi dengan acara belanja, sehingga rute kami akhirnya dijuluki sebagai rute ‘gesekplatz’, sebentar-sebentar gesek credit card.

Di shopping corridor antara marienplatz dan odeonplatz, terdapat Funfhofe, salah satu most major inner city building complex diantara deretan bangunan klasik, yang didesain oleh Herzog-DeMeuron. Bangunan ini adalah salah satu bangunan bersejarah dengan renovasi arsitektur modern, dengan passage-ways yg diselingi beberapa inner courtyard yg unik, menawarkan keanekaragaman produk budaya, komunikasi dan gastronomi. Beberapa butik dan merek tersohor seperti Muji, H& M, Salvatore, Versace, pun membuka outletnya disini. Dijamin ketika keluar dari kompleks ini, dapat dipastikan dengan kedua tangan menenteng barang belanjaan.

Tepat tengah hari, tidak jauh dari Marienplatz, kami tiba di Viktualienmarkt, dengan Maypole-nya yang terkenal. Nah, area ini adalah tempat yang paling pas untuk lunch, karena berupa pasar tradisional dengan specialty khusus gourmets. Terdapat lebih dari 140 stalls dan toko bunga, menawarkan aneka buah, bunga, poultry, exotic fruit n juice, rempah, ikan, dan lain-lain. Tentunya yang dominan disini adalah beer, bratwurst dan pretzel. Dekat maypole yang sangat berciri khas Bavaria, terhampar ratusan meja-bangku untuk leyeh-leyeh menikmati makanan, minuman, dan beberapa atraksi pengamen setempat. Jangan berpikir pengamen disana sama dengan profesi pengamen di Indonesia, karena pengamen di viktualienmarkt ternyata sangat skillful dan professional, tidak sekedar meminta-minta tapi memang cukup menghibur dan menambah kesemarakan. Sejam pastinya tidak cukup disini, namun masih banyak yang harus didatangi, dan kami mulai mencari U-bahn untuk menuju ke odeonplatz.


Tiba di odeonplatz, kami mulai berjalan menyusuri Ludwig-Maximilian-Universitat Strasse, sambil menikmati fasade bangunan kuno dan modern seperti The Theatinerkirche, neo-gothic National Theater, The Bavarian State Library, Siemens Office, dan tak terasa berakhir di Karlplatz, sekadar untuk mengisi perut di resto kebab warga keturunan Turki. Resto Turkish seperti ini bertebaran di seantero kota, seiring dengan kenyataan bahwa kaum minoritas imigran Turki adalah minoritas terbanyak di Munich dan juga di Jerman pada umumnya. Dan kebab, adalah makanan yang paling sering dikonsumsi selama di Eropa. Murah, kenyang, dan insya Allah halal.

Di KarlPlatz (warga setempat menyebutnya sebagai Stachus), terdapat Gerbang Karlstor dan neo-baroque Justizpalast (Istana Keadilan). Old town square-nya terdapat big fountain yang indah, yang menjadi tempat lesehan dan membasahi tubuh ketika summer tiba, sedangkan ketika winter menjadi arena ice-skating. Antara Karlsplatz dan Marienplatz inilah terdapat Neuhauser Strasse, yang bersambung dengan Kaufinger Strasse, poros utama shopping street Munich, yang berupa main pedestrian zone, yang dikiri-kanannya penuh dengan resto café, butik, dan alfresco seating area. Tak ada mobil atau kendaraan lain, hanya ada orang-orang yang berlalu lalang.

Hari sudah menjelang sore, ketika tiba kembali di Marienplatz. Masih ada waktu untuk menyusuri riverwalk Isartor yang romantic. Di sebuah gereja tua di tepian Isartor, rupanya ada kenduri pernikahan warga, yang tampaknya dari rumpun Jewish. Jadilah sejenak menonton arak-arakan kereta kencana dan iring-iringan kuda Eropa yang tinggi tegap, mengawal prosesi arak-arakan sang pengantin baru.

Isartor river dengan promenade walk-nya terletak di sebelah timur, kurang lebih 10 menit berjalan kaki dari Marienplatz, atau 5 menit dari Isartorplatz. Sungainya cukup lebar dan berarus tenang, dan bercabang dibeberapa tempat sehingga berkesan membentuk pulau di tengah sungai. Salah satu obyek menarik yang terletak di ‘pulau’ Isartor tersebut adalah Deutsches Museum, yang lebih dikenal sebagai German Museum for Science and Technology. Museum ini termasuk salah satu museum yang sering dikunjungi turis di Munich, yang menyajikan riwayat kemajuan produk sains dan teknologi Jerman. Beberapa contoh aplikasi hukum alam, peralatan keteknikan prosedur sains dipresentasikan dalam kemasan yang menghibur dan professional, sehingga tak terasa cukup lama juga kami sudah berada dalam museum ini.

Kembali dari Deutsches Museum, berharap waktu masih panjang untuk menjelajahi tempat2 lain yang menarik. Masih ada English Garden, salah satu inner-city parks yang terbesar di dunia, merupakan tempat ideal untuk sun-bathing (topless atau naked pun diijinkan lho), dan ada open space untuk outdoor sport dan walking trails. Masih ada juga Bavarie Statue, Frauenkirche dan Alter Peter, gereja tertua di Munich. Masih ingin juga ke tempat peninggalan kamp konsentrasi Nazi, yaitu Dachau Concentration Camp Memorial Site. Hiks, andai masih ada waktu dan kesempatan, tentu tak akan terlewatkan tempat2 tersebut diatas.

Hari sudah gelap ketika tiba kembali di Marienplatz, sebagaimana kesepakatan semula, bahwa semua berkumpul kembali untuk dinner. Akhirnya jadilah kami dinner bareng di sebuah alfresco milik Italian café di tepi kaufinger strasse, meskipun pesanan makanannya ada yang dari Burger King maupun MacD. Dinner sembari bertukar cerita dan pamer belanjaan, tak terasa malam sudah larut dan harus kembali ke hostel. Malam ini adalah malam terakhir di Munich, karena besok sudah harus berangkat ke Prague. Baru tersadar belum sempat mencari souvenir, sementara souvenir shop satu persatu mulai tutup. Tak apalah, foto dan memori sudah lebih dari cukup, untuk merekam jiwa dan pesona kota Munich.

Munich… it is a kind of a German Heaven (Thomas Wolfe)

Monday, October 27, 2008

Munich

Apa yang terlintas dalam pikiran anda ketika mendengar kata Munich? Ketika diminta membuat tulisan tentang Munich, yang pertama kali terlintas dalam pikiran adalah Black September, 1972, Film ‘Munich’ oleh Steven Spielberg, BMW, dan Bayern Munich. Black September 1972 adalah peristiwa penyerangan atlet Israel oleh teroris yang menodai Olimpiade Munich tahun 1972. ‘Munich’ adalah salah satu film nominasi Oscar dari Spielberg yang dibintangi oleh Eric Bana dan Daniel Craig, yang mengisahkan episode kelam dari Olimpiade Munich tersebut. Markas besar dan Museum BMW ada di kota ini. Dan Bayern Munich, siapa penggemar sepakbola yang tidak kenal dengan klub ini? Bayern Munich adalah klub tersukses di Jerman dan ditakuti seantero Eropa. Stadion Allianz Arena sebagai kandang Bayern, adalah stadion termegah dengan desain modern di Eropa. Menurut Wikipedia, Munich adalah kota terbesar ketiga di Jerman (setelah Berlin dan Hamburg). Dan menurut Skytrax, meskipun bandara Franz Josef Strauss Munich masih kalah besar oleh bandara Frankfurt, bandara Munich adalah bandara terbaik se-Eropa atau no 3 terbaik di dunia setelah HKIA dan Changi.

Ketika berkesempatan mengunjungi Munich pada bulan October 2008, dalam rangkaian acara eastern Europe architectour , makin terasa keinginan untuk menjajal secara langsung tempat2 yang sudah disebutkan diatas. Jika biasanya hanya bisa melihat di layar kaca atau membaca di majalah, tentu akan sangat berbeda rasanya dengan berdiri di sana dan merasakan langsung auranya, menyentuh obyeknya, on the spot, watching live dengan mata kepala sendiri.

Munich di bulan October adalah fall season, dengan kabut di pagi hari menyambut kami di bandara, setelah menempuh perjalanan panjang dan melelahkan dengan Etihad Airways, flagship-nya UAE. Tak perlu diceritakan pengalaman transit di Abu Dhabi selama 6 jam yang membosankan, karena apa yang menunggu di Munich jauh lebih menarik. Bandara Munich cukup besar untuk dijelajahi, namun kami tidak berlama-lama disana karena dengan signage yang cukup jelas, tanpa terasa sudah terhubung dengan hub terminal S-bahn, rute S8, yang siap mengantar kami ke Hauptbahnhof, central station di tengah kota.

Munich di pagi hari, adalah sebuah kota yang dingin berangin, daun2 maple berguguran, kabut, sepi, mungkin karena belum memulai aktivitas kotanya. Hari itu adalah hari Sabtu pagi, saat dimana orang pada malam sebelumnya menghabiskan weekend nite-nya hingga larut malam, sehingga seisi kotanya pun tampak masih tertidur. Hanya ada beberapa orang berlalu lalang di pedestrian kota, dan sesekali mobil2 produk dalam negeri sejenis Porsche, BMW maupun Mercedes yang melintas di jalan lebar yang lengang, pemandangan yang mungkin hanya bisa disamai oleh Jakarta di hari pertama Lebaran, minus kabut paginya.

Munich dalam 3 hari, seperti judul film : 3 hari untuk selamanya. Kesempatan untuk menjajal ruang kota Munich memang hanya sedikit, yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mendapatkan esensi, feeling, atmosfer, perilaku, rasa ruang dan waktu tentang Munich. Disinilah Google Maps dan Peta Kota menjadi penting, karena sesungguhnya tidak mungkin menjelajahi kota ini hanya dalam waktu singkat. Tidak ada ruang untuk nyasar, atau menyasarkan diri, karena akan sangat sayang sekali jika waktu terbuang percuma, tanpa berada didalam Olympia park, atau di marienplatz, atau di sepanjang isartor riverwalk yang romantis. Seperti judul film, kesan yang tertinggal dalam memori selama berada 3 hari di kota Munich, adalah memori 3 hari yang tertinggal untuk selamanya.

Munich Day 01. Tak pernah terbayangkan nikmatnya berada dalam hiruk pikuk penonton yang berada dalam stadion Allianz Arena yang megah itu, sedang menyaksikan Bayern Munich bertarung dengan jawara2 eropa lainnya seperti Juventus, Barcelona, maupun klub2 bundesliga lainnya. Maka ketika tiba saatnya berkunjung ke Munich, jelas tak akan terlewatkan momen melawat ke markas FC Bayern tersebut. Sayang seribu sayang, pada Sabtu itu sedang tidak ada pertandingan, lokal maupun internasional. FC Bayern sedang bertanding away, sedangkan TSV Muenchen 1860 yang juga bermarkas di Allianz juga sedang tidak bertanding. Namun tak apalah, yang penting bisa menginjakkan kaki di pelataran Allianz Arena saja sudah menimbulkan sensasi yang luar biasa. Rasanya para fans klub lain yang kebetulan bertandang kesini, bisa jadi akan berpindah ke lain hati, menjadi fans berat FC Bayern Munich.

Stadion Allianz Arena didesain oleh Herzog-DeMeuron, biro arsitek yang berasal dari Basel, Swiss. Stadion ini adalah stadion pertama di dunia yang seluruh kulit luar (façade) nya dapat berubah warna secara penuh, dengan warna tertentu melambangkan makna tertentu. Ketika stadion sedang menyala dengan warna merah, berarti si empunya stadion sedang bermain yaitu FC Bayern Munich. Ketika berwarna biru, berarti co-host stadion yang bermain, yaitu TSV 1860 Munich. Dan ketika menyala putih, adalah tim nasional Jerman yang sedang bertanding. Mulai diresmikan pada Mei 2005, dengan kapasitas tempat duduk hingga 70k penonton, dapat dengan mudah dicapai baik dengan private car maupun dengan U6 line U-bahn dari Frottmaning station. Pembukaan FIFA World Cup 2006 pun digelar di Allianz Arena ini.

Seperti laiknya barang2 berteknologi Jerman, stadion ini pun sarat dengan teknologi canggih. Seluruh fasadnya terdiri dari ETFE-foil air panels yang bertekanan tinggi. ETFE sendiri adalah polimer fluorocarbon yang berbasis plastic, yang mempunyai resistensi tinggi terhadap korosi, mampu menahan rentang temperature yang lebar, dan tidak beracun ketika terbakar. Material ini serupa (tapi tak sama) dengan material yang digunakan oleh Watercube di Beijing. Dan teknologi canggih tidak selalu harus mahal, bahkan untuk menyalakan seluruh fasad Allianz Arena, hanya diperlukan biaya 50 Euro per jam pemakaian.

Rasanya tiada henti untuk mengagumi keindahan stadion ini. Sejak turun dari U-Bahn, memandang ke kejauhan dimana Allianz Arena berada, seperti berjalan menuju ke sebuah titik sensasi dari sebuah stadion, yang berakhir dengan kesimpulan bahwa seperti inilah semua stadion sepakbola seharusnya dibangun. Get closer, feel the sensation… Ramah lingkungan, desain hemat energi, teknologi, ergonomis, public spaces, structure and construction, megastores, souvenir, adalah beberapa tags yang akan didapatkan, bahkan tanpa harus merasakan, menyaksikan langsung event yang terjadi, sebagai penonton.


Pun pada malam terakhir di Munich, sangat sayang untuk melewatkan kehebohan Allianz Arena. Harap-harap cemas karena tahu tak ada pertandingan, ternyata dari kejauhan stasiun Frottmaning, terlihat dengan jelas keelokan stadion yang bermandikan cahaya, seolah-olah sebuah makhluk asing yang bersinar ditengah kegelapan lingkungan sekitarnya. Meskipun tak ada hiruk pikuk penonton, sangat mudah membayangkan suasana ramai pasar malam yang terjadi di areal ini bila sedang ada event sepakbola. Dramatis dan sensasional, ketika tepat jam 9 malam, warna putih cerah yang meliputi fasad tiba-tiba berubah menjadi merah menyala. Akan lebih dramatis lagi bila saat itu FC Bayern Munich sedang mencetak gol dan meraih kemenangan pada malam itu…

Masih di hari yang sama, kecanggihan teknologi Jerman beralih ke BMW World, orang sana menyebutnya BMW Welt. Berlokasi di sekitar Olympia Park, disinilah segala hal2 yang berbau BMW dan komunitasnya bernaung. Berbeda dengan Allianz Arena, venue ini adalah fasilitas multifungsi dari BMW Group untuk pameran, konferensi, customer experience dan showroom. Berseberangan dengan bangunan silinder BMW Headquarters yang bertahun-tahun menjadi ikon kota Munich dengan logo terkenal di puncak bangunannya, dan BMW Museum tepat disamping tower HQ, BMW Welt ini menawarkan desain arsitektur kontemporer yang eye-catching, selain karena fungsinya sebagai showcases produk2 BMW, juga sebagai ajang ekspresi kemajuan teknologi design, material dan teknologi otomotif Jerman.

Coop Himmelb(l)au –lah biro arsitek yang ketiban pulung untuk mewujudkan impian petinggi2 BMW Group. Dan arsitek pun mewujudkannya dengan membuat bangunan yang didominasi oleh glass, aluminium dan solar plants berkapasitas 800 KW sebagai rooftop. Kata Wolf Prix, salah satu pendiri Coop Himmelblau, "the building does not have the boredom of a hall, it is not only a temple, but also a market place and a communication center and meeting place for knowledge transfer"… Ya begitulah, tiba-tiba kota Munich mempunyai ikon arsitektur baru yang wajib dikunjungi oleh arsitek2 sedunia, yang mengagumi aliran dekonstruksi. Akan terlalu panjang, dan mungkin juga salah, jika desain arsitektur BMW Welt ini akan dituangkan dalam kata-kata dan makna interpretasi sendiri. Sebaiknya, datang, lihat, dan rasakan sendiri. Arsitektur adalah soal perasaan. Indah, megah, mahal, canggih, modern, dekonstruksi, semuanya adalah perasaan. Masing-masing.

Tiada yg lebih indah daripada mengakhiri hari di sebuah taman kota Munich yang bernama Olympiapark. Hanya sepelemparan batu dari BMW Welt, taman ini adalah bagian dari sebuah masterplan yang dibangun untuk sebuah perhelatan akbar bernama Olimpiade 1972. Tidak semua fasilitas olimpiade masih tersisa dalam areal ini, namun ciri khas utamanya berupa Olympic stadium, dengan tensile structure-nya yang eye catching, masih berdiri dengan kokoh. Olympic stadium didesain oleh arsitek lokal yaitu Otto Frei. Beberapa orang menyebutkan bahwa, karena didesain dalam sebuah masterplan yang didominasi oleh taman kota, Olimpiade Munich 1972 adalah the real Green Olympics Games.

Beberapa fasilitas peninggalan Olimpiade Munich 1972 yang masih tersisa diantaranya adalah Olympic Tower dan Olympic Hall. Ada juga Olympic Swim Hall dan Olympic Event Hall. Kesemuanya masih difungsikan untuk kepentingan public, seperti kolam renang, arena futsal, dan beberapa area untuk outdoor sport. Olympic Tower-nya sendiri saat ini juga masih berfungsi untuk keperluan telekomunikasi. Yang tidak terlihat (atau tak terekam dalam sekilas kunjungan ke Olympiapark) adalah Olympic Village-nya, sayang sekali. Kisah kelam tragedy Munich mungkin akan terbayang lebih jelas bila sempat ke village-nya. (photo : wikipedia)

Hari sudah memasuki pukul 7 malam walau masih cukup terang, Olympiapark sudah mulai kehilangan aktivitas luarnya. Café dan kiosk mulai tutup, rental segway personal transporter sudah gulung tikar, orang2 yang berlalu lalang sekedar refreshing maupun jogging sudah mulai menghilang dari pandangan. Dasar melayu, café yang sudah tutup pun masih ditongkrongin, meskipun meja2 disekitar sudah kosong melompong. Kan belum jam 9 malam? Itulah kehidupan orang2 di Eropa, hidup harus dinikmati bersama. Jam 7 malam adalah waktu dimana semua kegiatan seharusnya berakhir, dan setelah itu adalah waktu untuk keluarga. Bila masih ada kehidupan malam hari di luar rumah, kemungkinan itu adalah aktivitas clubbing, aktivitas para lajang, atau turis-turis yang nyasar mencari souvenir shop, seperti kami.

Malam hari di Munich, hampir seluruh denyut kehidupan kota ikut berhenti. Aktivitas berpindah ke dalam rumah bagi sebagian besar warga, namun masih tersisa beberapa atraksi di Marienplatz, seperti acara doa bersama di patung Virgin Mary, ditengah-tengah plaza. Tersadar, foto yang dipajang pada patung tersebut adalah foto Joseph Radzinger, mantan Kardinal Jerman yang sekarang ditahbiskan sebagai Paus bagi umat Katolik sedunia. Sekilas menelusuri malam di marienplatz , tidak salah lagi bahwa besok akan menjadi hari yang sangat indah bagi para shopaholic. Ya, daerah ini adalah daerah wisata belanja yang sangat terkenal di Munich.

To be continued… Munich – Day 02